Perkawinan merupakan kebutuhan fitri
setiap manusia yang memberikan banyak hasil yang penting, diantaranya
adalah pembentukan sebuah keluarga yang didalamnya seseorang pun dapat
menemukan kedamaian pikiran. Orang yang tidak kawin bagaikan seekor
burung tanpa sarang. Perkawinan merupakan perlindungan bagi seseorang yang
merasa seolah-olah hilang dibelantara kehidupan, orang dapat menemukan pasang
hidup yang akan berbagi dalam kesenangan dan penderitaan, Perkawinan merupakan
aktivitas sepasang laki-laki dan perempuan yang terkait pada suatu tujuan
bersama yang hendak dicapai. Dalam pasal 1 Undang-Undang perkawinan tahun 1974 disebutkan,
bahwa tujuan perkawinan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Putusnya sebuah hubungan perkawinan
tidak semudah memutuskan hubungan saat pacaran atau tunangan, ada 2 (dua) macam
putusnya sebuah hubungan perkawinan yang pertama Putus karena perceraian dan
yang kedua dijatuhkannya talaq oleh suami, Putus karena perceraian ialah
putusnya hubungan perkawinan yang diinginkan oleh istri terhadap suami sedangan
putusnya perkawinan karena dijatuhkannya talaq oleh suami ialah putusnya
perkawinan yang diinginkan oleh suami terhadap istri, Sebelum berlakunya
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, ada
diskriminasi, antara suami dan istri dalam hak untuk mengajukan perceraian.
Suami memiliki hak mutlak untuk menjatuhkan talak kepada istrinya. Kapan saja
suami dapat menjatuhkan talak tanpa kewajiban apapun kepada istri.
Sementara istri apabila akan mengajukan
perceraian, harus mengajukan gugatan ke Pengadilan. Dan dengan mengajukan
gugatan tersebut, istri akan kehilangan hak-haknya karena, mengajukan gugatan
dianggap perbuatan nusyuz sehingga istri harus rela kehilangan hak, hanya
karena istri mengajukan gugatan ke Pengadilan, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang – Undang Republik Indonesia nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama, telah merubah keadaan tersebut, dan
memberikan hak yang sama kepada suami atau istri untuk mengajukan perceraian.
Baik suami ataupun istri dapat mengajukan perceraian melalui sidang Pengadilan.
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan dan harus ada
alasan yang ditentukan di dalam Undang-undang yaitu :
- Proses Penjatuhan Talaq Suami dapat menceraikan istri dengan mengajukan permohonan cerai talak ke Pengadilan sesuai dengan Domsili Pemohon (Suami)
- Sedangkan Proses Perkawinan Putus karena Perceraian istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan di tempat kediaman Penggugat (isteri)
Sebelum menjatuhkan Talaq kepada Istri,
suami memiliki 7 macam kewajiban yang harus dipenuhi yaitu :
1. Melunasi
Mahar
Melunasi Mahar merupakan syarat
utama sebelum menjatuhkan talaq kepada istri apabila suami pada saat sebelum
akad membayar mahar setengah atau membayar mahar secara tidak tunai maka ketika
hendak menjatuhkan talaq kepada istri, suami wajib melunasi Mahar yang belum dibayar
akan tetapi jika sebelum akad membayar mahar secara tunai maka hal tersebut
tidak perlu dibahas.
2. Nafkah
Mut’ah
Nafkah Mut’ah adalah Nafkah pemberian
dari bekas suami kepada istrinya yang dijatuhi talak berupa uang atau benda
lainnya karena ia menceraikannya.
3. Nafkah
Madliyah (Terhutang)
Nafkah Madliyah (Terhutang) ialah
nafkah selama suami meninggalkan kewajibannya sebagai seorang suami (misalnya selama
pisah rumah atau tidak tinggal bersama), Nafkah terhutang yang harus dipertanggungjawabkan dan biayar terhadap istri kecuali istri membebaskan nafkah terhutang tersebut.
4. Nafkah
Iddah
Nafkah Iddah adalah nafkah yang wajib diberikan kepada istri yang ditalaq dan nafkah ini berlangsung selama 3 bulan.
5. Nafkah
Maskan (tempat tinggal) dan Nafkah Kiswah (Perawatan)
Nafkah Maskan dan Kiswah adalah
Nafkah yang wajib diberikan selama masa iddah berlangsung, kecuali bekas isteri
telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak
hamil
6. Nafkah
hadhanah (pemeliharaan)
Nafkah hadhanah (pemeliharaan)
adalah nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri yang kemudian
diperuntukan kebutuhan anak sampai anak berusia 21 tahun atau setidak –
tidaknya sampai menikah, Kecuali tidak memiliki anak.
7. Pembagian
Harta Gono Gini (Harta Bersama)
Pembagian Harta Gono Gini (Harta
Bersama) adalah pembagian harta yang didapat selama perkawinan berlangsung
antara suami istri meskipun dalam menjalani sebuah hubungan perkawinan yang
mencari nafkah adalah suami atau istri maka harta yang didapatkan tetap dibagi
atau semuanya dapat diserahkan kepada anak – anak mereka, penyerahannya dapat
dilakukan pada saat anak dewasa.
7 (tujuh) macam yang tersebut diatas
dapat dilakukan ketika istri mengajukan Rekonpensi terhadap suami, ketika tidak
mengajukan rekonpensi maka hal tersebut dianggap tidak pernah diminta akan
tetapi poin no 7 dapat dilaksanakan ketika proses peradilan perceraian selesai
dengan cara istri mengajukan gugatan pembagian harta gono gini ke Pengadilan
Agama.
Penulis dalam artikel ini membahas
masalah kewajiban Suami sebelum menjatuhkan talaq kepada istri, artikel
tersebut ditulis berdasarkan praktek sehari – hari dalam menjalani profesinya
sebagai Advokat dan artikel tersebut diatas adalah tulisan peraturan
perundangan – undangan yang berlaku karena penulis menyesuaikan dengan dasar
hukum yang ada seperti :
- Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang – Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
- Undang – undang Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
- Kompilasi Hukum Islam
- Yurisprudensi nomor 276 k/Ag/2010
Perceraian memang halal dilakukan
akan tetapi sangat dibenci Allah SWT karena Perceraian tanpa sebab adalah
mengkhufuri nikmat pernikahan sebagaimana disebutkan oleh Allah SWT dalam
Firmannya “Dan di antara kekuasaan-Nya
ialah Dia telah menciptakan untukmu istri – istri dari jenismu, agar kamu
cendrung dan merasa tentram padanya, dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih sayang”
(QS. Ar-Rum:21)
Rasulullah SAW bersabda “Wanita mana saja yang meminta cerai pada
suaminya tanpa sebab, maka haram baginya bau surga.” (HR. Abu Daud: 2226)
Pertanyaan terkait Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyah) atau Permasalahan Hukum lainnya
dapat dikirim melalui Email : Bakrilaw90@gmail.com
atau Cp : +6282 301 49 49 95