Tim pengacara Bambang Widjojanto (BW) dan Abraham Samad
(AS), Asfinawati mengatakan seponering atau pengenyampingan perkara demi
kepentingan umum (biasa disebut deponering) yang dikeluarkan Jaksa Agung M
Prasetyo memiliki pesan korektif terhadap kinerja kepolisian. Ia mengapresiasi
langkah yang diambil Prasetyo.
"Kejaksaan kedepannya harus proaktif dalam mengawasi, mengontrol kerja penyidik, termasuk dalam menerima berkas perkara dari penyidik. Sebab, dalam kasus BW khususnya, pasca P21 justru terbuka fakta banyak bukti manipulatif. Harus ada evaluasi internal maupun eksternal terkait kinerja kepolisian dalam kasus ini," katanya, Kamis (3/3).
Menurut Asfinawati, seponering adalah mekanisme hukum yang sejalan dengan instruksi Presiden untuk menghentikan krminalisasi terhadap BW dan AS. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu, memanggil Prasetyo dan Kapolri Badrodin Haiti untuk segera menyelesaikan kasus BW, AS, dan Novel Baswedan.
Seponering tersebut juga dianggap sejalan dengan rekomendasi Ombusman dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menemukan adanya maladministrasi, serta pelanggaran HAM dalam proses penyelidikan dan penyidikan di kepolisian, khususnya dalam kasus pemberian keterangan palsu yang dituduhkan terhadap BW.
Asfinawati menjelaskan, langkah Jaksa Agung mengeluarkan seponering bagi kasus BW dan AS merupakan bentuk langkah positif dengan semangat untuk menghentikan kasus kriminalisasi. Semestinya, langkah itu juga diikuti dengan penghentian perkara kriminalisasi pegiat anti Korupsi, para aktivis HAM, buruh, dan pengabdi bantuan hukum.
Namun, terhadap tudingan kriminalisasi BW-AS, Prasetyo membantah. Ia menegaskan, tidak ada kriminalisasi dalam kasus BW dan AS. Penanganan perkara kedua mantan pimpinan KPK itu sudah melalui tahapan penelitian berkas, bolak-balik berkas dari Kepolisian dan Kejaksaan, hingga dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan.
Walau begitu, Prasetyo mengaku dirinya tetap mempertimbangkan aspirasi masyarakat, serta saran dan pendapat badan-badan kekuasaan negara. Ia memutuskan mengenyampingkan perkara BW dan AS karena jika tidak diselesaikan akan mempengaruhi pemberantasan korupsi dan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Prasetyo berpandangan, pemberantasan korupsi merupakan kepentingan umum. Sementara AS dan BW dikenal luas sebagai tokoh dan figur yang memiliki komitmen memberantas korupsi. Ketika figur yang memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi itu menghadapi tuduhan tindak pidana, tentu memerlukan pembuktian.
Sebelum memutuskan seponering, Jaksa Agung telah meminta saran dan pendapat dari ketua Mahkamah Agung (MA), DPR, dan Kapolri. Saat itu, Jaksa Agung memperoleh beragam jawaban dan tanggapan dari masing-masing lembaga negara. Pimpinan MA dan Kapolri menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Jaksa Agung.
Berbeda dengan DPR. Prasetyo mengungkapkan, ada sedikit ketidaksamaan pandangan meskipun pada akhirnya pimpinan DPR juga menyerahkan sepenuhnya kepada Jaksa Agung yang memiliki hak prerogatif. Selain itu, Prasetyo juga mencermati, mendengar aspirasi, dan tuntutan rasa keadilan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat.
Sumber :
"Kejaksaan kedepannya harus proaktif dalam mengawasi, mengontrol kerja penyidik, termasuk dalam menerima berkas perkara dari penyidik. Sebab, dalam kasus BW khususnya, pasca P21 justru terbuka fakta banyak bukti manipulatif. Harus ada evaluasi internal maupun eksternal terkait kinerja kepolisian dalam kasus ini," katanya, Kamis (3/3).
Menurut Asfinawati, seponering adalah mekanisme hukum yang sejalan dengan instruksi Presiden untuk menghentikan krminalisasi terhadap BW dan AS. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu, memanggil Prasetyo dan Kapolri Badrodin Haiti untuk segera menyelesaikan kasus BW, AS, dan Novel Baswedan.
Seponering tersebut juga dianggap sejalan dengan rekomendasi Ombusman dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menemukan adanya maladministrasi, serta pelanggaran HAM dalam proses penyelidikan dan penyidikan di kepolisian, khususnya dalam kasus pemberian keterangan palsu yang dituduhkan terhadap BW.
Asfinawati menjelaskan, langkah Jaksa Agung mengeluarkan seponering bagi kasus BW dan AS merupakan bentuk langkah positif dengan semangat untuk menghentikan kasus kriminalisasi. Semestinya, langkah itu juga diikuti dengan penghentian perkara kriminalisasi pegiat anti Korupsi, para aktivis HAM, buruh, dan pengabdi bantuan hukum.
Namun, terhadap tudingan kriminalisasi BW-AS, Prasetyo membantah. Ia menegaskan, tidak ada kriminalisasi dalam kasus BW dan AS. Penanganan perkara kedua mantan pimpinan KPK itu sudah melalui tahapan penelitian berkas, bolak-balik berkas dari Kepolisian dan Kejaksaan, hingga dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan.
Walau begitu, Prasetyo mengaku dirinya tetap mempertimbangkan aspirasi masyarakat, serta saran dan pendapat badan-badan kekuasaan negara. Ia memutuskan mengenyampingkan perkara BW dan AS karena jika tidak diselesaikan akan mempengaruhi pemberantasan korupsi dan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Prasetyo berpandangan, pemberantasan korupsi merupakan kepentingan umum. Sementara AS dan BW dikenal luas sebagai tokoh dan figur yang memiliki komitmen memberantas korupsi. Ketika figur yang memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi itu menghadapi tuduhan tindak pidana, tentu memerlukan pembuktian.
Sebelum memutuskan seponering, Jaksa Agung telah meminta saran dan pendapat dari ketua Mahkamah Agung (MA), DPR, dan Kapolri. Saat itu, Jaksa Agung memperoleh beragam jawaban dan tanggapan dari masing-masing lembaga negara. Pimpinan MA dan Kapolri menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Jaksa Agung.
Berbeda dengan DPR. Prasetyo mengungkapkan, ada sedikit ketidaksamaan pandangan meskipun pada akhirnya pimpinan DPR juga menyerahkan sepenuhnya kepada Jaksa Agung yang memiliki hak prerogatif. Selain itu, Prasetyo juga mencermati, mendengar aspirasi, dan tuntutan rasa keadilan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat.
Sumber :
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !